1000 places to see before you die (Chinese Edition)

1000 places to see before you die (Chinese Edition)

IPS latar belakang perlawanan sunan kuning​

latar belakang perlawanan sunan kuning​

Jawaban:

Etnis Tionghoa di Nusantara telah mendiami pesisir pantai Jawa jauh sebelum kedatangan VOC. Mereka tersebar di berbagai daerah di Nusantara, seperti Semarang, Surabaya dan Sunda Kelapa (Jakarta) sejak masa kerajaan Hindu-Buddha Nusantara. Ketika awal VOC datang di Nusantara, etnis Tionghoa pun menjalin hubungan baik dengan mereka. Hubungan baik antara VOC dan etnis Tionghoa berubah memanas ketika Johannes Camphuijs menjadi gubernur jendral VOC pada 1984-1691. Camphuijs mengeluarkan kebijakan untuk membatasi masuknya orang Tionghoa ke Batavia. Baca juga: Perlawanan Riau terhadap VOC Dalam buku Tionghoa di Batavia dan Huru-Hara 1740 (2010) karya Johannes Vermeulen, menyebutkan bahwa penyebab terbitnya peraturan pembatasan orang Tionghoa. Hal ini dilakukan karena meningkatnya gerombolan Tionghoa di Batavia yang melakukan tipuan kasar, pencurian, penipuan dan tindakan kasar lainnya. VOC pada tahun 1727 juga memulangkan beberapa etnis Tionghoa yang dianggap merugikan. Latar belakang perlawanan etnis Tionghoa Dalam buku Pembantaian massal 1740 : Tragedi Berdarah Angke (2005) karya Wijayakusuma Hembing, latar bekang perlawanan etnis Tionghoa terhadap VOC, yaitu : Adanya pembantaian yang dilakukan VOC terhadap etnis Tionghoa di Batavia pada Oktober 1740 yang menewaskan lebih dari 10.000. Kebijakan VOC yang melakukan tindakan kekerasan dan deskriminatif terhadap etnis Tionghoa di beberapa wilayah Nusantara Baca juga: Perlawanan Gowa-Tallo (Makassar) terhadap VOC Jalannya perlawanan Perlawanan etnis Tionghoa terhadap VOC dibantu oleh kalangan bangsawan Mataram yang kontra terhadap Pakubuwono II dan VOC. Perlawanan etnis Tionghoa di wilayah Mataram dipimpin oleh Raden Mas Garendi (Sunan Kuning), Raden Mas Said dan Kapiten Sepanjang. Perlawanan tersebut dinamakan dengan Geger Pacinan dan menimbulkan kekacauan yang meluas hingga pesisir Jawa. Sunan Kuning dan pasukannya berhasil merebut keraton Kasunanan di Kartasura pada pertengahan 1742. Melihat kondisi yang genting tersebut, VOC menggunakan kekuatan penuh untuk mengatasi keadaan. VOC juga bersekongkol dengan Cakraningrat IV dan Pakubuwono II untuk meredam perlawanan. Pada November 1742, Kartasura yang diduduki oleh Sunan Kuning dan pasukannya diserang oleh aliansi VOC, Cakraningrat IV dan Pakubuwono II. Baca juga: Perlawanan Banten terhadap VOC Aliansi VOC berhasil merebut kembali Kartasura dan memaksa Sunan Kuning melarikan diri bersama pasukannya. Akhir perlawanan Sunan Kuning dan pasukannya menyerahkan diri pada September 1973. Hal tersebut dikarenakan Sunan Kuning dan pasukannya terdesak dan terpisah dari kapitan Sepanjang di daerah Surabaya. Pada akhirnya, Sunan Kuning dan pasukannya diasingkan menuju Srilanka setelah beberapa hari ditahan di Surabaya.

Penjelasan:

Perang Kuning (Belanda: Geel Oorlog) adalah serangkaian perlawanan rakyat Lasem-Rembang dan sekitarnya terhadap kekuasaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di Semarang (1741-1742) dan Lasem (1750). Konflik muncul sebagai dampak terjadinya peristiwa Geger Pacinan di Batavia pada tahun 1740 yang diikuti migrasi besar-besaran penduduk Tionghoa dari Batavia ke Semarang dan Lasem. Peristiwa tersebut menimbulkan terjadinya pemberontakan yang dikenal sebagai Perang Jawa di Jawa Tengah dan Jawa Timur (1741-1743), sementara Perang Kuning merupakan perang yang dikobarkan oleh masyarakat Lasem secara khusus. Peperangan pada akhirnya dimenangkan oleh Belanda setelah jatuhnya banyak korban jiwa pada kedua belah pihak serta menyebabkan wilayah Lasem dipisahkan dari Rembang secara de facto. Akhir peperangan ini juga menandakan berakhirnya seluruh perlawanan rakyat Lasem terhadap kekuasaan Kompeni serta kekuasaan keluarga Tejakusuman di Lasem.

Setelah terjadi peristiwa Geger Pacinan di Batavia pada tahun 1740, banyak imigran Tionghoa yang datang ke Lasem untuk mengungsi. Kedatangan mereka disambut oleh Adipati Lasem Tumenggung Widyaningrat (Oei Ing Kiat) yang mengizinkan mereka untuk membuka beberapa perkampungan baru. Bersamaan dengan berkobarnya pemberontakan melawan Kompeni oleh gabungan pasukan Jawa-Tionghoa, warga Lasem mengangkat tiga pemimpin pemberontak bernama Panji Margono, Oei Ing Kiat, dan Tan Kee Wie. Pasukan pemberontak dari Lasem (juga dikenal dengan nama "Laskar Dampo Awang Lasem") pada mulanya berhasil menguasai Rembang, tetapi menderita kekalahan saat menyerang Jepara, disertai gugurnya salah satu pemimpin pemberontak Tan Kee Wie pada tahun 1742. Peperangan berhenti selama bertahun-tahun hingga akhirnya pemberontakan kembali dikobarkan oleh Kyai Ali Badawi. Pada perang pada tahun 1950 tersebut, Raden Panji Margono, diikuti oleh Oei Ing Kiat, mengalami kekalahan dan gugur. Meskipun perlawanan rakyat Lasem berakhir dengan kekalahan tersebut, nama Perang Kuning selanjutnya digunakan untuk merujuk peperangan yang dilanjutkan oleh Kwee An Say dan Tan Wan Sui.

Sorry kalau salah ya [answer.2.content]